KERTHA WICAKSANA https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/kertawicaksana <p style="text-align: justify;">Welcome to the official <strong>KERTHA WICAKSANA: Sarana Komunikasi Dosen dan Mahasiswa</strong> website. As a part of the spirit of disseminating legal science to the wider community, <strong>KERTHA WICAKSANA: Sarana Komunikasi Dosen dan Mahasiswa</strong> website provides journal articles for free download. Our journal is an International Journal which is a reference source for academics and practitioners in the field of law. <strong>KERTHA WICAKSANA: Sarana Komunikasi Dosen dan Mahasiswa</strong> is a journal for Law Science that published by Warmadewa University Press jointly with Faculty of Law, Universitas warmadewa. <strong>KERTHA WICAKSANA: Sarana Komunikasi Dosen dan Mahasiswa</strong> has the content of research results and reviews in the field of selected studies covering various branches of jurisprudence both from within and outside the country, as well as in the <strong>KERTHA WICAKSANA: Sarana Komunikasi Dosen dan Mahasiswa</strong> also contains the field of study related to the Law in a broad sense. This journal is published 2 times within a year of February and August, submitted and ready-to-publish scripts will be published online gradually and the printed version will be released at the end of the publishing period. Language used in this journal is <em>Bahasa Indonesia</em>.</p> Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa en-US KERTHA WICAKSANA 0853-6422 <p>This journal provides immediate open access to its content on the principle that making research freely available to the public supports a greater global exchange of knowledge.</p> <p>All articles published Open Access will be immediately and permanently free for everyone to read and download. We are continuously working with our author communities to select the best choice of license options, currently being defined for this journal as follows: <em>Creative Commons-Non Ceomercial-Attribution-ShareAlike (CC BY-NC-SA)</em></p> Konsep Pemberdayaan Tenaga Kerja Lokal terhadap Pembangunan Sarana Penunjang Pariwisata di Kabupaten Gianyar https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/kertawicaksana/article/view/9012 <p>Pengaturan perlindungan hukum dan pemberdayaan tenaga kerja lokal dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan Ketenagakerjaan, serta Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal pada perusahaan yang berada di Desa Wisata Blangsinga&nbsp; Kabupaten Gianyar merupakan kajian dari peneliti. Perusahaan yang berada di Desa wisata Blangsinga mempekerjakan tenaga kerja lokal dalam semua bidang,&nbsp; dan hal ini sangat diharapkan kepada Pemerintah pada umumnya serta pengusaha sebagai investor dan tenaga kerja lokal pada khususnya bahwa pengaturan mengenai perlindungan hukum dan pemberdayaan tenaga kerja lokal memerlukan kebijakan tersendiri dari pengusaha, dimana pihak pengusaha tersebut juga wajib membina hubungan yang baik dengan semua pihak yaitu pihak investor, masyarakat Desa wisata Blangsinga dan pihak Pemerintah Kabupaten Gianyar, dalam hal ini adalah pihak Departemen Tenaga Kerja, karena kebijakan dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh perusahaan tidak terlepas dari pengawasannya, untuk menghindari kemungkinan terjadinya tindakan sewenang-wenang oleh pengusaha terhadap tenaga kerja lokal itu sendiri. Adapun tujuan&nbsp; penelitian ini adalah untuk mencegah terjadinya konflik sehingga diperlukan pembuatan standard objektif agar pihak investor juga dilindungi investasinya. Kendala-kendala dan hambatan yang dihadapi oleh suatu perusahaan dalam menerapkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Perda Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan, serta Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dengan adanya kodrat manusia sebagai makhluk dimana saat-saat tertentu atau kondisi tertentu di bidang ekonomi mengalami kondisi keterpurukan, mendorong diberlakukannya&nbsp; Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Perda Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2019 tentang&nbsp; Penyelenggaraan Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Penanaman Modal. Dalam mengatasi kendala dan hambatan tersebut, pihak perusahaan sebagai Investor berupaya semaksimal mungkin untuk mewujudkan inti&nbsp; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 dan Perda Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2019 tentang penyelenggaran ketenagakerjaan, dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang menentukan bahwa Perusahaan wajib memprioritaskan pemberdayaan tenaga kerja&nbsp; lokal bekerja dimana perusahaan tersebut berdiri dan beroperasional, dengan memberikan kebijakan tertentu dengan diberlakukan setelah diadakan musyawarah antara pihak perusahaan dan&nbsp; aparat desa terlebih dahulu.&nbsp;Luaran Jurnal ilmiah yang menjadi sasaran adalah jurnal Nasional atau Jurnal Internasional bereputasi, serta laporan penelitian Tahun 2023, dan Hak Kekayaan Intelektual&nbsp; (HKI).</p> Desak Gde Dwi Arini Ni Gusti Ketut Sri Astiti Putu Ayu Sriasih Wesna Copyright (c) 2024 KERTHA WICAKSANA 2024-02-01 2024-02-01 18 1 1 11 10.22225/kw.18.1.2024.1-11 Peranan Desa Adat Dalam Upaya Filterisasi Budaya Guna Melestarikan Pariwisata Budaya Di Desa Adat Legian, Kabupaten Badung https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/kertawicaksana/article/view/9021 <p>Bali yang mempunyai nilai jual di bidang pariwisata memperkenalkan konsep wisata budaya dalam Peraturan Daerah Bali Nomor 5 Tahun 2020 tentang Standar Penyelenggaraan Pariwisata Budaya Bali tepatnya pada Pasal 1 Angka 12 yang menyatakan bahwa “Wisata budaya Bali adalah Wisata Budaya Bali”. pariwisata berbasis budaya Bali yang dijiwai oleh filosofi Tri Hita Karana yang bersumber dari nilai budaya dan kearifan lokal Sad Kerthi serta berlandaskan Taksu Bali”. pariwisata berbasis budaya Bali harus berorientasi pada kualitas, sehingga diperlukan penataan yang komprehensif sesuai dengan visi pembangunan daerah Bali dan juga berorientasi pada keberlanjutan dan daya saing yang juga memerlukan standar penyelenggaraan pariwisata berdasarkan Tri Hita Karana. Perkembangan di Bali terlihat perubahan yang sangat besar, mengingat Bali merupakan destinasi wisata favorit dan juga salah satu pulau idaman yang ingin ditinggalkan oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Hal ini mengakibatkan krama (warga) desa yang tinggal di Bali tidak lagi hanya dihuni oleh krama (warga) asli Bali yang mempunyai ciri-ciri homogen tetapi telah berubah menjadi masyarakat yang heterogen. Hal ini tentunya menambah suku, ras dan agama bahkan negara yang memiliki komunitas atau krama berbeda yang tinggal di Bali. Dampaknya juga bisa menjadi pintu masuk budaya asing karena banyaknya wisatawan asing yang tinggal dan kesehariannya di Legian. Hal ini apabila tidak mendapat perhatian khusus dan tidak ada upaya penyaringan atau penyaringan budaya maka dikhawatirkan dapat merusak budaya asli Bali yang dipertahankan selama ini. Hal ini juga akan berdampak pada keberlangsungan wisata budaya yang dicanangkan pemerintah Bali.</p> Diah Gayatri Sudibya Kade Richa Mulyawati Putu Ayu Sintya Pradnya Dewi I Dewa Ayu Diah Permatasari Copyright (c) 2024 KERTHA WICAKSANA 2024-02-01 2024-02-01 18 1 12 19 10.22225/kw.18.1.2024.12-19 Akibat Hukum dari Perjanjian Jual Beli Pulau di Indonesia https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/kertawicaksana/article/view/8818 <p>Kegiatan jual beli pulau di Indonesia seringkali menimbulkan masalah dan akibat hukum dikemudian hari. Metode penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini yaitu metode penelitian yuridis normatif. Dimana penelitian yuridis normatif ini adalah penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan kepustakaan. Sesuai dengan aturan yang berlaku di Indonesia, pulau-pulau yang ada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat diperjual belikan baik kepada warga negara Indonesia maupun kepada warga negara asing, namun hanya dapat di berikan hak untuk pengelolaan terhadap lahan, bila sampai terjadi adanya perjanjian jual beli atas pulau, berarti telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, sehingga perjanjian tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum. Pengelolaan terhadap pulau-pulau kecil juga telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, sedangkan mengenai perizinan untuk kegiatan yang akan dilakukan, sesuai yang diatur dalam pasal 19 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.</p> I Gusti Bagus Agung Kusuma Atmaja Ni Nyoman Muryatini Anak Agung Ayu Meitridwiastiti Copyright (c) 2024 KERTHA WICAKSANA 2024-02-01 2024-02-01 18 1 20 29 10.22225/kw.18.1.2024.20-29 Kebijakan Hukum Adat Pararem Pangele Dalam Melindungi Masyarakat Desa Adat Sega Karangasem dari Bahaya Rabies https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/kertawicaksana/article/view/8819 <p>Penyebaran virus rabies di Bali dalam tiga tahun terakhir cukup mengkhawatirkan, hal ini ditunjukkan dengan tingginya angka kasus rabies di Bali yang terindikasi disebabkan oleh penularan dari hewan peliharaan selaku vector, seperti anjing. Kehidupan masyarakat Bali yang membebasliarkan anjing sebagai hewan peliharaan memang turut menjadi faktor pendukung dari cepatnya penyebaran virus rabies, untuk itu perlu diterapkan kebijakan hukum yang mampu mengendalikan dan menangani bahaya rabies di Bali. Keberadaan hukum yang ada saat ini dirasakan belum cukup efektif untuk menekan angka penyebaran rabies di Bali, sehingga diperlukan langkah konkrit dalam percepatan penanganan terhadap masyarakat di Bali dalam sebuah produk hukum adat yang memang sangat dihormati dan ditaati oleh masyarakat di Bali yang sebagian besar hidup dalam kesatuan masyarakat adatnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat kebijakan pengaturan penanganan bahaya rabies dalam produk hukum adat di Desa Adat Sega, Kabupaten Karangasem, serta untuk menganalisis makna pengaturan penanganan bahaya rabies dalam bentuk produk hukum adat di Desa Adat Sega. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan penanganan rabies di Desa Adat Sega dirumuskan dalam hukum adat berbentuk pararem pangele yang secara tegas mewajibkan masyarakat adat untuk mengkandangkan dan melaporkan hewan peliharaan kepada aparat desa adat. Adanya pararem pangele ini memiliki makna sebagai langkah pencegahan, pengendalian, dan perlindungan yang diberikan kepada masyarakat melalui kekuatan kesatuan masyarakat adat. Hal ini sejalan dengan kebijakan nasional dan kebijakan daerah yang turut berupaya dalam menurunkan angka bahaya rabies melalui peningkatan peran serta masyarakat.</p> I Made Adi Widnyana Ida Bagus Sudarma Putra Ni Ketut Kantriani I Made Sudana Putra Yoga Siwananda Copyright (c) 2024 KERTHA WICAKSANA 2024-02-01 2024-02-01 18 1 30 36 10.22225/kw.18.1.2024.30-36 Pengaturan Persidangan Pidana Secara Elektronik Dalam Perspektif Peradilan Modern https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/kertawicaksana/article/view/9014 <p>Secara eksplisit, KUHAP tidak mengatur alat bukti elektronik, namun dalam ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE). Berkaitan pergeseran paradigma pembuktian dalam KUHAP dengan pembuktian dengan sistem elektronik, salah satunya mengenai alat bukti saksi melalui teleconference. Penelitian ini mempergunakan metode penelitian hukum normatif. Peran teknologi informasi sangat vital dalam penegakan hukum dan keadilan, namun ada beberapa faktor yang menghambat pemanfaatan teknologi informasi secara sepenuhnya dalam penanganan perkara di peradilan, mulai dari ketersediaan perangkat teknologi, kesiapan sumber daya manusia hingga pengaturan hukum acara yang masih menentukan penanganan perkara secara manual. Untuk mengejar ketertinggalan hukum acara pidana dalam mengikuti perkembangan teknologi khususnya penggunaan alat bukti elektronik sebagai upaya perluasan dari yang sudah ada pada KUHAP maka dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE). Jika memperhatikan PERMA Nomor 8 Tahun 2022 ini juga tidak mengharuskan persidangan dilaksanakan secara elektronik, tetapi sebatas memberi landasan hukum dan pedoman kapan persidangan dapat dilaksanakan secara elektronik beserta tata caranya. Secara singkat implementasi ketentuan Pasal 2 PERMA Nomor 8 Tahun 2022 adalah semua peserta sidang wajib terlihat di layar dengan terang dan jelas dan dengan suara yang jernih.</p> I Nengah Nuarta Ni Nyoman Putri Purnama Santhi Copyright (c) 2024 KERTHA WICAKSANA 2024-02-01 2024-02-01 18 1 37 45 10.22225/kw.18.1.2024.37-45 Urgensi Perlindungan Anak dari Kejahatan Seksual dalam Perspektif Hukum Adat di Kabupaten Buleleng https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/kertawicaksana/article/view/9030 <p>Berbagai motif kejahatan seksual berkembang dalam dua dekade ini. Berkembangnya teknologi informasi serta arus globalisasi menambah kembali deretan modus operandi baru dalam kejahatan seksual. Salah satu yang paling menyita perhatian adalah terjadinya kasus kekerasan seksual pada anak, parahnya di Indonesia masih menjadi salah satu kasus pada deretan teratas jenis kekerasan seksual yang sering dilaporkan. Kondisi tingginya angka kekerasan seksual terhadap anak ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kurangnya pengawasan orang tua, minimnya pengetahuan atau pendidikan seks bagi anak usia sekolah, lingkungan yang rawan terhadap gangguan atau pelecehan secara seksual dan lain sebagainya. Melihat kondisi tersebut kemudian pemerintah menetapkan undang undang kekerasan seksual terhadap anak untuk melindungi hak anak serta menindaklanjuti para predator atau pelaku kasus kekerasan seksual pada anak. Kekerasan seksual yang terjadi pada anak berpotensi untuk memberikan trauma jangka panjang pada korbannya. Belum lagi stigma negatif yang justru salah sasaran, selama ini korban malah lebih sering mendapat stigma negatif daripada pelaku. Masyarakat belum bisa berfikir dari perspektif korban pelecehan seksual dan cenderung menghakimi korban daripada pelaku. Dalam perspektif hak asasi, kekerasan seksual merupakan kasus yang masuk sebagai pelanggaran berat terhadap HAM. Aturan tentang anak dalam instrumen HAM dibahas sebanyak 13 pasal di dalam pasal 53-66 Undang Undang No. 39 Tahun 1999. Kekerasan seksual sendiri diatur di dalam Undang Undang No 35 Tahun 2014. Pada Pasal 76 C dinyatakan bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Terminologi kekerasan seksual sering disamakan dengan pelecehan seksual. Tetapi kedua istilah ini sebenarnya memiliki arti yang berbeda, istilah kekerasan seksual memiliki cakupan pengertian yang lebih luas dari pada pelecehan seksual. Kondisi ini dapat dilihat dari pemahaman dan jenis kekerasan seksual menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, setidaknya ada 15 (lima belas) perilaku yang bisa dikelompokkan sebagai kekerasan seksual.</p> I Nyoman Adi Susila Putu Ary Prasetya Ningrum Komang Ayu Suseni Ida Ayu Aryani Kemenuh Copyright (c) 2024 KERTHA WICAKSANA 2024-02-01 2024-02-01 18 1 46 68 10.22225/kw.18.1.2024.46-68 Diskursus Politik Hukum dalam Mempertahankan Eksistensi Desa Adat di Bali: Perspektif Hukum dan Budaya https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/kertawicaksana/article/view/9018 <p>Publikasi ini bertujuan membahas diskursus politik hukum dalam mempertahankan desa adat di Bali. Sebagai hasil penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumen, observasi parsisipasi daan wawancara mendalam dengan 10 informan kunci yang memahami topik penelitian. Data yang diperoleh dianalisis dengan menerapkan teori&nbsp; secara eklektif, yakni teori sistem hukum Lawrence M. Friedman, teori kuasa/pengetahuan Michel Foucault dan teori praktik sosial Bourdeau. Hasil penelitian menunjukan bahwa upaya mempertahankan desa adat di Bali, telah terapkan politik hukum yang diwarnai perdebatan (diskursus) yang muncul di era orde baru, era reformasi dan era pasca reformasi. Pada era orde baru, diberlakukan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 6 tahun 1986 untuk mempertahankan desa adat Bali sekaligus menentang UU Nomor 5 thuan 1979 penyeragaman bentuk desa. Pada era reformasi diberlakukan Perda Provinsi Bali Nomor 3 tahun 2001 tentang desa pakraman yang kemudian diperbaruhi menjadi Perda Provinsi Bali Nomor 3 tahun 2003 tentang desa pakraman. Aroma tuntutan reformasi begitu kuat dalam kedua produk hukum (Perda Nomor 3/2001 dan Perda Nomor 3/2003) ini. Disamping memperkuat sistem keamanan desa adat dengan mengakui eksistensi pecalang,&nbsp; Perda Provinsi Bali Nomor 3/2001 mengganti proses pemilihan bendesa dari sistem musyawarah ke sestem voting serta mengganti&nbsp; Majelis Pembian Desa&nbsp; Adat menjadi Majelis Desa Pakraman. Selanjutnya dalam Perda Provinsi Bali Nomor 3 tahun 2003 istilah pakraman digugat, karena hal ini tidak menguntungkan baghi krama Bali. Selanjutnya pada era Pasca Reformasi, politik hukum dalam mempertahakan desa adat di Bali kembali diperbarui dengan dikeluarkannya Perda Provinsi Bali Nomor 4 tahun 2019 tentang Desa adat di Bali. Beberapa substansi penting dalam produk hukum ini, antara lain: mengembalikan sebutan desa pakraman menjadi desa adat,&nbsp; kembali ke sistem musyawarah dalam pemilihan bendesa, serta kedudukan Desa adat disejajarkan dengan desa dinas yang diperkuat dengan pemberian alokasi APBD untuk desa adat. Politik hukum yang menjamin kesinambungan eksistensi Desa adat di Bali perlu terus dipertahankan.</p> I Wayan Wesna Astara Copyright (c) 2024 KERTHA WICAKSANA 2024-02-01 2024-02-01 18 1 69 81 10.22225/kw.18.1.2024.69-81 Analisis Hukum Permohonan PKPU atas Dasar Setoran Modal terhadap PT. X https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/kertawicaksana/article/view/8821 <p>Bali yang mempunyai nilai jual di bidang pariwisata memperkenalkan konsep wisata budaya dalam Peraturan Daerah Bali Nomor 5 Tahun 2020 tentang Standar Penyelenggaraan Pariwisata Budaya Bali tepatnya pada Pasal 1 Angka 12 yang menyatakan bahwa “Wisata budaya Bali adalah Wisata Budaya Bali”. pariwisata berbasis budaya Bali yang dijiwai oleh filosofi Tri Hita Karana yang bersumber dari nilai budaya dan kearifan lokal Sad Kerthi serta berlandaskan Taksu Bali”. pariwisata berbasis budaya Bali harus berorientasi pada kualitas, sehingga diperlukan penataan yang komprehensif sesuai dengan visi pembangunan daerah Bali dan juga berorientasi pada keberlanjutan dan daya saing yang juga memerlukan standar penyelenggaraan pariwisata berdasarkan Tri Hita Karana. Perkembangan di Bali terlihat perubahan yang sangat besar, mengingat Bali merupakan destinasi wisata favorit dan juga salah satu pulau idaman yang ingin ditinggalkan oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Hal ini mengakibatkan krama (warga) desa yang tinggal di Bali tidak lagi hanya dihuni oleh krama (warga) asli Bali yang mempunyai ciri-ciri homogen tetapi telah berubah menjadi masyarakat yang heterogen. Hal ini tentunya menambah suku, ras dan agama bahkan negara yang memiliki komunitas atau krama berbeda yang tinggal di Bali. Dampaknya juga bisa menjadi pintu masuk budaya asing karena banyaknya wisatawan asing yang tinggal dan kesehariannya di Legian. Hal ini apabila tidak mendapat perhatian khusus dan tidak ada upaya penyaringan atau penyaringan budaya maka dikhawatirkan dapat merusak budaya asli Bali yang dipertahankan selama ini. Hal ini juga akan berdampak pada keberlangsungan wisata budaya yang dicanangkan pemerintah Bali.</p> Jennifer Andrea Marianus Yohanes Gaharpung Sylvia Janisriwati Copyright (c) 2024 KERTHA WICAKSANA 2024-02-01 2024-02-01 18 1 82 90 10.22225/kw.18.1.2024.82-90 Implementasi Perijinan Minimarket di Kota Denpasar https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/kertawicaksana/article/view/9019 <p>Perubahan gaya hidup dan pola konsumtif masyarakat kota yang bergeser menginginkan kemudahan dan serba praktis menyebabkan semakin maraknya pertumbuhan minimarket di kota besar khsusunya Kota Denpasar. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Pemerintah Kota Denpasar telah membuat kebijakan Peraturan Walikota yang ditetapkan pada tahun 2009 yang diharapkan dapat mengatasi masalah penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko modern di Kota Denpasar. Pelaksanaan Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern di Kota Denpasar berdasarkan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 9 Tahun 2009 wajib mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah, dan Rencana Detail Tata Ruang termasuk Peraturan Zonasinya, pemenuhan syarat administrasi sebelum izin minimarket diterbitkan. Prosedur&nbsp; dalam menerbitkan izin untuk minimarket di Kota Denpasar dilakukan oleh lintas instansi yakni Dinas Perijinan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan Dinas Pekerjaan Umum. Setelah izin diterbitkan Tim Teknis melakukan pengawasan untuk memastikan bahwa izin yang diterbitkan telah dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya. Dalam pelaksanaan Peraturan Walikota Nomor 9 Tahun 2009 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern ini belum dapat dikatakan berjalan dengan baik, hal ini dapat di lihat dari masih banyaknya minimarket yang berdisi tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar. Hal ini dikarenakan masih adanya kepentingan yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan penataan minimarket ini. Kepentingan yang mempengaruhi kebijakan (<em>interest affected</em>) berkaitan dengan berbagai kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi kebijakan.</p> Ni Made Puspasutari Ujianti A. A. Sagung Laksmi Dewi Luh Putu Suryani Anak Agung Alit Ista Damayanti Made Sadhu Arta Kori Copyright (c) 2024 KERTHA WICAKSANA 2024-02-01 2024-02-01 18 1 91 95 10.22225/kw.18.1.2024.91-95 Pengaturan dan Penataan Kelautan dan Kemaritiman di Era Globalisasi https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/kertawicaksana/article/view/9029 <p>Sebagai negara yang berada pada perlintasan dua benoa dan dua samudera, Indonesia termasuk negara yang rawan dari sisi keamanan laut, baik keamanan laut yang bersifat lokal, nasional, maupun internasional. Perompakan di perairan Indonesia masih sering terjadi, baik yang dilakukan oleh orang Indonesia sendiri maupun orang asing, baik yang ditujukan kepada kapal nelayan Indonesia, maupun kepada kapal asing. Penetapan prioritas pembangunan sektor maritim ini sangat beralasan bila dilihat dari sudut sejarah bangsa. Nenek moyang bangsa ini dikenal sebagai bangsa pelaut atau bangsa bahari dan pernah jaya di laut di masa sebelum kehadiran kolonialisme, melalui perdagangan antar pulau. penulis, maka metode penelitian Hukum normatif&nbsp; adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian Hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada. Deskriptif Analistis, karena data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal itu disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif dapat di simpulkan Upaya pembangunan kemaritiman di Indonesia bukan hal yang mudah, permasalahan ini dikarenakan latar belakang karakter maritim yang kian memudar. Persepsi tentang kemaritiman masih berupa puzzle yang belum optimal tersusun secara benar.</p> Ni Made Rai Sukardi Copyright (c) 2024 KERTHA WICAKSANA 2024-02-01 2024-02-01 18 1 96 100 10.22225/kw.18.1.2024.96-100